Happy Mother's Day - Artikel ini saya tulis tepat saat Hari Ibu, 22 Desember (2010) sebagai apresiasi seorang blogger kecil untuk seorang ibu yang selalu mendukung setiap kegiatan saya. Nah, berdasarkan artikel yang saya kutip dari radiopatria.net, inilah makna dan sejarah Hari Ibu di dunia dan Indonesia.
Hari Ibu yang jatuh setiap tanggal 22 Desember sudah datang. Untuk merayakannya, keluarga akan sibuk membahagiakan Ibu dengan hal-hal yang istimewa. Hari Ibu biasanya dirayakan dengan menjadikan Ibu bebas dari tugas utama sehari-hari, seperti : memasak, mengasuh anak, dan urusan rumah tangga lainnya.
Di kota-kota besar, hari istimewa itu dilakukan dengan pesta kejutan keluarga. Misalnya, Ayah membeli bunga dan kue tart kesukaan Ibu, sedangkan anak-anak membantu membuat kartu ucapan serta berbagai hal untuk memeriahkannya.
Hari Ibu diperingati dengan berbagai alasan. Dulu, di sebagian negara Eropa dan Timur Tengah, Hari Ibu atau Mothers Day dirayakan pada bulan Maret.
Hal itu berhubungan dengan kepercayaan mereka memuja Dewi Rhea, istri Dewa Kronus, dan ibu para dewa dalam sejarah atau mitologi Yunani Kuno. Kompasiana menyebutkan, di negara seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Belanda, Malaysia, dan Hongkong, Hari Ibu diperingati pada hari Minggu kedua bulan Mei. Karena hari itu pada 1870 seorang ibu aktivis sosial, Julia Ward Howe, mencanangkan pentingnya perempuan bersatu menghentikan Perang Saudara di Amerika yang belum berserikat.
Berbeda dengan Indonesia, Hari Ibu lahir dari sebuah Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres tersebut diilhami dari perjuangan para pahlawan perempuan Indonesia seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said, dan lain-lain.
Sampai akhirnya tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu baru pada 1938, saat Kongres III. Pada awalnya, Hari Ibu digunakan sebagai ‘alat perjuangan’ dalam upaya perbaikan kualitas kaum ibu sebagai tiang negara dan bangsa.
Islam, tanpa mengenal hari tertentu, mewajibkan setiap anak selalu mengistimewakan seorang Ibu. Mungkin kita tidak pernah menyadari, begitu banyak yang telah dilakukan seorang Ibu. Ibu mengandung kita selama 9 bulan 10 hari, jihad berjuang melawan rasa sakit ketika melahirkan, mengesampingkan waktu istirahatnya untuk menyusui, juga merawat ketika kita sehat apalagi saat sakit, dan banyak lagi hal lainnya yang mustahil dapat kita hitung dan kita balas seluruh pengorbanannya.
Untuk itu, Islam begitu mengistimewakan seorang Ibu, seperti yang banyak kita temui di dalam al-Quran, hadis, dan kisah-kisah teladan.
Allah SWT berfirman, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’,” (QS al-Isrã’ [17]: 23-24). (ak)
Hari Ibu yang jatuh setiap tanggal 22 Desember sudah datang. Untuk merayakannya, keluarga akan sibuk membahagiakan Ibu dengan hal-hal yang istimewa. Hari Ibu biasanya dirayakan dengan menjadikan Ibu bebas dari tugas utama sehari-hari, seperti : memasak, mengasuh anak, dan urusan rumah tangga lainnya.
Di kota-kota besar, hari istimewa itu dilakukan dengan pesta kejutan keluarga. Misalnya, Ayah membeli bunga dan kue tart kesukaan Ibu, sedangkan anak-anak membantu membuat kartu ucapan serta berbagai hal untuk memeriahkannya.
Hari Ibu diperingati dengan berbagai alasan. Dulu, di sebagian negara Eropa dan Timur Tengah, Hari Ibu atau Mothers Day dirayakan pada bulan Maret.
Hal itu berhubungan dengan kepercayaan mereka memuja Dewi Rhea, istri Dewa Kronus, dan ibu para dewa dalam sejarah atau mitologi Yunani Kuno. Kompasiana menyebutkan, di negara seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Belanda, Malaysia, dan Hongkong, Hari Ibu diperingati pada hari Minggu kedua bulan Mei. Karena hari itu pada 1870 seorang ibu aktivis sosial, Julia Ward Howe, mencanangkan pentingnya perempuan bersatu menghentikan Perang Saudara di Amerika yang belum berserikat.
Berbeda dengan Indonesia, Hari Ibu lahir dari sebuah Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres tersebut diilhami dari perjuangan para pahlawan perempuan Indonesia seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said, dan lain-lain.
Sampai akhirnya tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu baru pada 1938, saat Kongres III. Pada awalnya, Hari Ibu digunakan sebagai ‘alat perjuangan’ dalam upaya perbaikan kualitas kaum ibu sebagai tiang negara dan bangsa.
Bagaimana dalam Islam?
Islam, tanpa mengenal hari tertentu, mewajibkan setiap anak selalu mengistimewakan seorang Ibu. Mungkin kita tidak pernah menyadari, begitu banyak yang telah dilakukan seorang Ibu. Ibu mengandung kita selama 9 bulan 10 hari, jihad berjuang melawan rasa sakit ketika melahirkan, mengesampingkan waktu istirahatnya untuk menyusui, juga merawat ketika kita sehat apalagi saat sakit, dan banyak lagi hal lainnya yang mustahil dapat kita hitung dan kita balas seluruh pengorbanannya.
“Seandainya kita diberi kemampuan membayar setiap tetes ASI, tidak akan ada seorang pun yang dapat melunasi jasa Ibu seumur hidup kita”, Sabda Rosululloh SAW.
Untuk itu, Islam begitu mengistimewakan seorang Ibu, seperti yang banyak kita temui di dalam al-Quran, hadis, dan kisah-kisah teladan.
Allah SWT berfirman, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’,” (QS al-Isrã’ [17]: 23-24). (ak)